Pengikut

Selasa, 1 Februari 2011

Mencari Puitis di Kota-Pasar Seni dan Orang Tua dengan Trumpetnya

Semalam aku melewati kota
mencari puitis
diantara celah-celah nyawa yang berdiri
aku sedar hadirku cukup asing sekali
lenguh kaki mengikut rentak kota menari

Dan kota masih sombong
mendabik dada hitam
katanya

"Ini peradaban ku tayang
Ini kemanusiaan ku gendong"

Sinis
senyumku menyindir kota
yang kemudiannya terbatuk-batuk seksa
menggosok-gosok dada
menahan semput usang dan dosa

Meneruskan perjalanan ke kota
langkah ringkas membawa aku ke sini
ke Pasar Seni
masih lagi mencari puitis
antara celah-celah nyawa berdiri
dan berlagu bising secara tiba-tiba
bunyi trumpet mencuit perhatian
menculik pandangan dari asalnya
terpampang sebutir nyawa
bukan berdiri tetapi duduk
antara celah-celah lalulintas
nyawa-nyawa berdiri dan berlalu pergi

Seorang lelaki India tua
T-shirt puma dan seluar pendek kusam
duduk di hadapan pintu Pasar Seni
dengan trumpet usang
dia mencipta melodi
sekali-sekala menyanyikan
lagu-lagu lama yang mati

Ku amati dia sayu dan layu
tapi bukan pada lagunya
dia dan aku adalah serupa
pada kesunyian dalam iramanya
pada kesombongan untuk berteman
selain dari trumpetnya 
Ironi bukan?
bila sunyi boleh dikongsi bersama

Teruskan orang tua
aku suka apa yang kau buat
ego seorang penyepi diri
tampak manis
dan puitis sekali...


s.syahmi
sg.besi,upnm

Tiada ulasan:

Catat Ulasan

Jumlah Paparan Halaman